Tuesday, August 20, 2013

Arloji, masihkan menjadi perangkat canggih penunjuk waktu?

Di jaman ini sebenarnya fungsi penunjuk waktu yang melingkar di tangan boleh dibilang sudah digantikan oleh widget pada smartphone. Apalagi di negara yang jam karet sudah jadi budaya dimana-mana. Kalau masih ada orang getol membeli arloji fungsinya mungkin sudah seperti asesoris atau perhiasan. Saya sendiri termasuk orang yang masih senang pakai arloji atau jam tangan. Bukan apa-apa meski di pinggang sudah tersemat dua buah smartphone android, masih lebih cepat melirik ke pergelangan tangan ketimbang mencabut handphone. Apalagi saat berhenti sejenak di perempatan kala berkendara, salahnya motor mahal kok tak dilengkapi jam.

Casio HD


Sebenarnya kebiasaan menggunakan arloji saya selalu angin-anginan. Beberapa kali pakai dan ketika arloji rusak akan ada jeda waktu bagi saya sampai memakai arloji lagi. Maklum arloji yang saya beli biasanya arloji kelas murahan atau malah hadiah. Apalagi kalau rusak saya tak pernah berusaha sekadar mengganti batrenya atau memeriksakannya ke tukang service. Baru belakangan saya mulai serius membeli arloji yang agak tahan lama. Sekitar tahun 2009 kalau tak salah ingat saya membeli Casio HD dari seri standard yang baterenya di klaim tahan 10 tahun. Saya membelinya di Mustafa Singapura. Itu seri paling murah dari Casio berbentuk analog. Fiturnya tak macam-macam hanya ada petunjuk tanggal dan jarum detik. Kondisinya saat ini sudah penuh goresan di permukaannya karena hanya terbuat dari mika dan band-nya sudah berganti band karet resin generic karena fastenernya sudah putus. 
Seiko 5

Pada saat mengganti band tersebut di toko arloji di daerah Pasar Baru akhirnya saya tertarik membeli arloji baru yang lebih layak, karena kadang-kadang saya harus datang ke acara formal. Akhirnya setelah lihat-lihat berbagai koleksi saya memilih Seiko 5 automatic. Mudah-mudahan harganya tidak kelewat mahal karena ini sebenarnya adalah seri tahun lalu yang sudah didiskon lumayan. Arloji ini selain automatic (sehingga tidak butuh batere) juga materialnya terbuat dari metal sehingga lebih tahan banting. Bahkan permukaannya terbuat dari gelas mineral yang tahan gores (bukan anti gores lho). Repotnya karena automatic arloji ini sangat mengandalkan goyangan tangan sehingga kadang sering brehenti sendiri manakala momen goyangan tangannya sudah berhenti. Saat-saat seperti itu kadang agak memalukan karena toh akhirnya saya terpaksa merogoh handphone mencocokan jarum di arloji dengan waktu sebenarnya dan menggoyangnya lagi. 


Ice Watch

Karenanya meski tampilannya keren sehari-harinya saya lebih sering menggunakan Casio HD ketimbang Seiko 5. Akhirnya karena mulai bosan dengan tampilan Casio HD yang mulai kelihatan kumuh, saya tertarik membeli arloji baru lagi. Mula-mula yang saya incar adalah arloji warna-warni yang sedang trend. Sebelumnya saya tidak berani mengincar arloji warna-warni seperti ini karena merknya harus terkenal. Sayangnya merk terkenal identik dengan harga mahal. Tapi setelah saya jalan-jalan ke Mal rupanya harganya tidak semahal yang saya duga (beberapa masih dibawah harga 1 juta).

Swatch Red Rebel

Merk pertama yang saya taksir adalah Ice Watch dari Belgia, meski belum seterkenal merk lain karena baru muncul tahun 2007. Desainnya atraktif malah koleksi tahun 2013-nya (yang kelihatannya belum masuk Indonesia) bekerja sama dengan Pantone. Wuih jam yang cocok banget buat seorang desainer. Tapi setelah melihat tipe yang paling murahnya masih dijual dengan kisaran 800-900-an ribu rupiah saya terpaksa pikir-pikir dulu. Merk lain yang saya taksir adalah Swatch, bahkan di awal 2000-an sudah sempat mau saya pinang kala dikirim kantor ke Singapura. Tapi lagi-lagi pertimbangan keuangan kala itu belum memungkinkan dan saya masih merasa rugi kalau membeli jam plastik. Padahal saat itu saya akhirnya beli jam plastik beneran yang baru beberapa saat cat silvernya sudah luntur. Kali ini saya lihat tidak semua Swatch semahal dulu malah beberapa ada yang lebih murah dibanding Ice Watch. Kapan-kapan mungkin layak saya beli lihat isi kantong deh. Tapi saya sudah siap incar tipe Red Rebel supaya match dengan warna PCX hehehehe.

Casio AW-8X


Nah akhirnya arloji apa yang saya beli untuk menggantikan si Casio HD? Ternyata Casio lagi tepatnya Casio AW-80. Saya pilih yang ada unsur warna merahnya, walaupun materialnya terkesan plastik murahan seperti mainan di pasar tradisional (cukup berbeda dibanding fotonya di internet). Hebatnya meski masuk kelas standard fitur-fiturnya cukup fungsional. Mulai dari water resist sedalam 50m (lumayanlah kuat dibuat hujan-hujanan dan basah-basahan), paduan analog dan digital (saya kurang suka jam yang full digital karena biasanya sulit dilihat kala terik), memiliki iluminator LED (meski bukan fitur baru karena sudah ada dari tahun 80-an, dan biasanya warna LED-nya cenderung norak dan bocor), alarm (gak bakal kepake sering-sering karena saya bukan orang yang butuh selalu tepat waktu bangunnya), telememo (catatan nomer telpon yang mungkin berguna kalau batre handphone habis saat darurat), stopwatch, timer (gak bakal dipake) sisanya sih standard seperti tanggal dan penunjuk detik karena jarumnya hanya terdiri dari panjang dan pendek tidak ada jarum rambut untuk detik. Disayangkan tapi mau bagaimana wong harganya cuma segitu.



Pasar Baru 
Hal menarik yang saya temukan saat mencari jam ini adalah, saat berkeliling kota (well sebenarnya cuma di sekitar Jakarta Pusat) saya sudah coba ke Casio Center di Juanda dimana stock-nya malah tidak ada dan Casio sepertinya lebih mengkedepankan seri G-Shock-nya yang bukan selera saya (karena selain tebal ukurannya juga luar biasa besar dan mahal) sebab wujudnya seperti mecha era 80-an. Ujungnya saya melangkah ke Pasar Baru yang walau dekat rumah tidak terlalu sering saya sambangi. Selain kondisi Pasar Baru sudah cukup berantakan (lagi-lagi karena kawasan ini berulang kali di renovasi tapi berkali-kali selalu jadi kumuh) cukup repot keliling toko di Pasar Baru yang kalau menawarkan harga sering bagai langit dan bumi. Uniknya toko arloji di Pasar Baru senang sekali menawarkan harga dengan embel-embel belum di diskon dan pramuniaganya segera memencet kalkulator seraya berkomat-kamit.....dikurangi diskon 30% maka....voila jadilah harga sebenarnya. Saya rasa taktik saja karena sebenarnya memang harga aslinya segitu. Setelah 2-3 toko barulah saya temukan si merah AW-80 (kalau warna lainnya biru dan kuning ada dan terus terang warna merah memang yang kelihatan paling redup) setelah tawar menawar dengan cukup sadis. Akhirnya jadilah Casio ditebus dengan harga serupa toko online di Internet. Tentu saja ini Casio asli karena selain dibubuhi kartu garansi dan manual juga diberi wadah kaleng dan dus. Minimal jauh lebih niat ketimbang saat saya beli Casio HD di Mustafa Singapura. Disana selain arloji-arloji di pajang seadanya (sehingga lebih mirip pajangan grosir ketimbang toko) kita cuma dibekali nota dan wadah berupa dompet plastik model toko emas di pasar tradisional lengkap dengan tulisan bersepuh emas yang sudah jarang saya lihat di Jakarta. Hehehehe.....

No comments: