Wednesday, December 13, 2006

Bebek VS Skuter

Di penghujung tahun 2006 ini ada satu obsesi saya yang belum kesampaian yaitu ganti tunggangan. Tunggangan saya saat ini adalah kuda besi yang disebut orang sebagai motor bebek atau bahasa kerennya: underbone. Semenjak krisis bbm mendera Indonesia, saya dan jutaan orang lainnya memang memilih kuda besi roda dua sebagai alat transportasi sehari-hari. Tidak ada yang aneh karena selain cepat, biaya operasionalnya pun murah meriah. Bayangkan hanya bermodal Rp 15.000 saya sudah bisa kerja 4 hari dalam seminggu tanpa keluar ongkos transportasi lagi. Bandingkan dengan naik kendaraan umum, yang sudah lambat, tak nyaman, tak aman plus sejak ongkosnya naik jadi tambah mahal. Untuk naik bajaj yang jaraknya dekat saja sekali naik saya harus keluar Rp 10.000, padahal dalam satu hari minimal harus naik dua kali. Pun ketika saya coba naik transjakarta yang sekali jalan meminta ongkos Rp 3.500 dikali dua maka sehari saya sudah keluar biaya Rp 7.000, jika di kali empat hari maka biayanya sudah Rp 28.000. Tak heran dominasi motor di jalan raya sudah sampai taraf berlebihan, tetapi selama kewajiban pemerintah menyiapkan sistem transportasi masal belum juga terwujud, motor memang jadi satu-satunya transportasi alternatif masyarakat yang irit ongkos.

Karena itu tak heran persaingan industri otomotif roda dua makin hari kian marak. Semua produsen berlomba-lomba menawarkan tipe motor yang makin tersegmentasi. Jika dilihat segmentasi motor secara umum dibagi menjadi tiga tipe yaitu:
  • Motor Sport,
  • Motor Bebek, dan
  • Skuter Otomatis.
Motor Sport atau sering disebut motor laki (walau tak harus lelaki yang menungganginya) sebagai perintis tipe motor klasik, baru belakangan ini bergairah lagi. Selain identik dengan konsumsi yang lebih boros di banding bebek, jalanan yang makin macet dan harga jual yang lebih tinggi, memang cukup mengurangi populasinya. Walau demikian jauh di lubuk hati tiap penunggang motor sebenarnya motor idaman, ya tetap tipe sport ini. Apalagi di film-film action yang ada adegan naik motornya umumnya jagoan digambarkan naik motor tipe sport. Maka buat lelaki yang ingin menunjukkan ke-machoannya memang lebih afdol kalo menyemplak motor-nya lelaki (gak ada hubungannya sama mega pro lho). Tak heran motor-motor kekar macam Tiger dan Thunder walau lebih mahal dan rada kurang praktis di jalan ibukota yang makin macet, tetap banyak peminatnya.

Buat penunggang motor yang lebih memikirkan segi kepraktisan dan keiritan-selain budget yang agak tiris-pilihan di arahkan ke motor bebek. Selain cukup kompak dan biaya operasionalnya kecil, populasi yang besar menyiratkan mudahnya merawat bebek.
Paling tidak kalau bengkel resmi ogah disambangi masih ada bengkel umum yang pasti bisa menservis sembarang bebek. Maklum teknologi bebek kelas menengah bawah biasanya setali tiga uang antar merek. Meski demikian buat penggemar bebek yang hobi ngebut dan butuh power lebih besar ada bebek yang disebut ayam jago alias bebek sport yang teknologi dan powernya cukup untuk memasok adrenalin. Rasanya masih agak sulit menggeser popularitas bebek, selain karena image irit ketangguhannya di medan jalan Indonesia yang beragam memang cukup teruji.



Skuter otomatis sebenarnya bukan barang baru (walau ada produsen yang ngotot untuk itu), sejak jaman babe-babe dulu skuter bermerk vespa sudah dikenal walau sekarang produsennya bagaikan kerakap di atas batu dalam hal pemasaran. Rasanya budaya retro anak muda lewat klub skuternya-lah yang mempopulerkan dan mengedukasi masyarakat bahwa naik skuter itu keren juga. Apalagi sekarang skuter baru semua sudah otomatis jadi tambah praktis, soal harga pun (untuk entry level) cukup bersahabat tidak jauh beda dengan bebek. Jadilah popularitasnya merambat naik bahkan diprediksi bisa menggeser motor bebek. Faktor kenyamanan skuter pun rata-rata melebihi bebek yang kadang kurang memperhatikan kebutuhan penunggangnya.



Semua produsen motor rata-rata memiliki jenis motor yang disasar untuk ketiga kelas tersebut. Ketatnya persaingan memicu peluncuran produk yang siklusnya lumayan cepat kalau tahun 90-an dulu siklus motor bisa 4-5 tahun sekali (walau sekadar face lift) kini dalam kurun dua tahun bisa jadi muncul jenis baru yang lebih dari sekadar face lift. Akibatnya calon pembeli seringkali bingung antara beli sekarang atau tunggu nanti sampai yang baru keluar.

Saya sebagai penunggang bebek harian dua tahun belakangan ini, setiap kali pameran motor ikut-ikutan terguncang oleh persaingan produsen kendaraan roda dua. Bayangkan untuk jenis motor bebek yang saya pakai baru dua tahun sudah keluar variannya sebanyak dua kali. Walau demikian saya tidak sampai kepincut untuk melego bebek yang saya pakai sekarang dengan bebek varian baru. Hati saya justru sedang tertawan dengan skuter. Faktor kenyamanan dan kebutuhanlah yang membuat saya tertarik pada skuter. Sebagai suami saya sekarang punya tugas baru menemani istri belanja di swalayan, celakanya bebek tak cukup punya bagasi memadai. Pernah sih terlintas di pikiran untuk menggunakan bagasi tambahan ala anak turing di bagian buritan, tapi setelah liat ukurannya kok kesannya jadi kayak motor tukang delivery. Sampai saya lihat ada beberapa skuter yang memiliki bagasi ekstra luas. Skuter itu bernama Kymco.


Sebagian besar produk Kymco adalah skuter, dulu sewaktu membeli si bebek, saya dan istri sempat mencoba-coba produknya di PRJ. Sayang karena berbagai pertimbangan: dari roda yang cuma 10, sampai bengkel yang jarang akhirnya mengurungkan niat saya untuk menebusnya. Ada juga skuter lain yang bengkelnya banyak tapi sayang ukurannya kelewat kecil, joknya untuk saya sendiri sudah habis terpakai, gimana boncengin istri? Kymco memang cukup agresif dalam menawarkan skuter malah belum lama meluncurkan varian Free LX yang konon hasil riset lokal. Hebat, saat produsen bebek biasanya cuma berani meluncurkan produk yang sudah sukses di negeri tetangga, ini produsen skuter malah berani bikin produk khusus lokal.



LX sendiri sebenarnya lumayan mendapat resensi yang bagus, sehingga kalau sekarang saya sedang mencari skuter pilihannya pasti jatuh ke LX. Amat disayangkan niat itu agak tertahan lantaran ketersediaan bengkel resmi dan suku cadang masih jadi kendala. Buat saya kehandalan alat transportasi vital fungsinya karena sejak terbiasa naik motor saya jadi tak kuat lagi naik kendaraan umum. Tentu bisa berabe kalau tunganggan saya harus di kandangkan lebih dari sehari di bengkel gara-gara suku cadangnya inden. Setelah di pikir-pikir rasanya obsesi untuk ganti tunggangan harus tertunda lebih lama, apalagi setelah dilihat-lihat si bebek masih harus dipertahankan sebagai kendaraan cadangan. Kalo gitu ngapain cuma ngincer kelas LX kenapa gak sekalian aja milih flagshipnya Kymco Grand Dink atau Xciting toh tidak tiap hari ini di pakai tunggangan? Jadi untuk sementara saya cuma bisa membayangkan enaknya naik skuter Kymco sambil melihat-lihat gambar-gambar skuter Kymco yang beredar di Spanyol. Maaf gambar Kymco Indonesia kurang dramatis sih.
Foto: Courtesy of Kymco Spain

Monday, December 11, 2006

Mendownload TVC dari Internet

Sebagai desainer komunikasi visual, salah satu kebutuhan yang mendasar agar tetap kreatif adalah: mencari referensi ide. Referensi ide biasanya kita dapatkan dengan membaca, menonton dan mendengar. Bisa membaca buku, koran, majalah, mendengar musik, dan tentu saja menonton film. Dari sekian banyak jenis atau genre film yang ada, seperti action, drama, komedi, dokumenter, ada satu jenis film yang sering di apresiasi secara khusus oleh Desainer yaitu film iklan atau yang yang lebih sering disebut: TV Commercial (TVC). Tentu tidak sembarang TVC di tonton desainer, TVC lokal yang terlalu sering di putar setiap hari, bisa dipastikan tidak bakal dilirik (kecuali mungkin sang desainer terlibat dalam pembuatannya). TVC yang sering di lihat desainer biasanya adalah TVC 'luar' yang sudah memenangkan berbagai lomba pariwara di mancanegara.

Kerajingan nonton TVC 'luar' pemenang lomba pariwara ini bahkan sudah jadi acara tetap di beberapa pusat budaya yang disponsori media. Bisa dipastikan dalam acara seperti itu peminatnya cukup membludak, baik dari kalangan desainer maupun orang biasa. Maklum di Indonesia rekaman video TVC tidak begitu mudah diperoleh. Saya sendiri pernah di beri rekaman semacam itu oleh rekan yang kebetulan bekerja di biro iklan, dan menurut rekan saya rekaman TVC itu harus ditebus dengan harga lumayan mahal. Karena kesempatan menyaksikan TVC seperti itu amat terbatas tak heran copy rekaman TVC hanya beredar di kalangan tertentu saja.

Tetapi jangan khawatir kini dengan hadirnya situs 'penampung' video macam www.youtube.com, rekaman-rekaman TVC itu-dengan kualitas seadanya-bisa juga dilihat di Internet. Sayang youtube tidak mengijinkan pengaksesnya untuk menyimpan video yang selesai dilihat. Lagi pula untuk melihat video secara langsung di Internet, kita perlu menggunakan koneksi kelas broadband yang harga langganannya lumayan mahal.

Tenang ada cara lain 'mengakalinya', pada dasarnya apa yang dilihat di komputer itu selau bisa direkam atau dicapture, untuk kemudian di simpan dan dilihat di lain kesempatan. Setelah mencari di google saya menemukan situs bernama keepvid.com yang mengijinkan video yang disaksikan di Internet di simpan dalam format FLV (Flash Video). Caranya adalah sebagai berikut:

  1. Carilah di database youtube video yang ingin anda lihat dan simpan, setelah ketemu dan anda klik linknya maka secara otomatis youtube akan memainkan video yang anda pilih. Sebagai cotoh saya melihat video TVC Berlitz.
  2. Lihat pada bagian URL Browser anda disana tercantum link location video yang sedang anda lihat.Sorot dan copy link location tersebut.
  3. Kemudian bukalah situs keepvid.com dan masukan ke dalam form URL yang disediakan untuk mendownload video yang anda inginkan. Jangan lupa pilih juga situs tempat video tersebut berasal disebelah kanan, ada beberapa pilihan mulai youtube, google, dsb. Kemudian klik download.
  4. Tunggu beberapa saat hingga keepvid memunculkan link original video yang anda inginkan di bagian bawah form. Kadang jika koneksi sibuk atau ada masalah di server keepvid anda harus mengulangi prosesnya.
  5. Kemudian klik link tersebut dan tunggu sampai browser selesai mendownloadnya.
  6. Kadang anda harus mengganti nama file default yang dipilih oleh keepvid menjadi nama lain, agar video yang sduah di capture tidak tertimpa video baru hasil capture. Jangan lupa memberi akhiran .flv sebagai extensionnya.
  7. Anda bisa langsung memutar video yang sudah di download menggunakan FLV player yang bisa didapatkan di situs yang sama.

Kualitas video yang didapat dari hasil capture ini kira-kira setara dengan VCD (320x240) tentu tidak bisa dibandingkan dengan TVC komersial yang sekarang menggunakan format DVD. Tetapi untuk sekadar referensi ide saya rasa sudah cukup memadai.Berdasarkan pengalaman kadang-kadang ada link di youtube atau situs penyedia video lainnya yang mati (dead link) dengan alasan ada protes berkaitan soal copyright. Menurut saya aneh juga iklan di beri copyright, toh kalau tujuan produsen yang beriklan adalah agar produknya lebih populer, harusnya lebih senang kalau iklannya di download orang tanpa harus susah payah membayar space time di televisi dan mengeluarkan biaya kampanye yang besar.