Wednesday, October 29, 2014

Review Suzuki Burgman 200

Setelah sekian lama cuma lihat postingan orang lain soal Suzuki Burgman akhirnya saya kesampaian juga lihat sendiri penampakan Burgman 200. Bukan di IMOS 2014 yang baru dibuka hari ini ya, tapi di Suzuki Sunter. Kebetulan sejak kemarin mendadak rem depan si Kuro Skywave jadi bagel...walah selain gak enak juga bahaya, makanya habis nganter istri kerja motor langsung diarahkan ke pinggir danau. Hehe kebetulan Beres sekaligus Main Dealer Suzuki yang paling asoy pemandangannya memang di Sunter.

Tadinya gak ngarep kalau bakal ketemu Burgman 200 disana, maklum Suzuki Sunter biasanya bagian yang motor displaynya paling sering dipinjem Suzuki kalau ada pameran. Aneh ya padahal di MT Haryono juga ada tuh motor suzuki pajangan. Mungkin karena kalau di MT Haryono alias wisma Indomobil tempat displaynya di atas maka susah motornya dibawa keluar masuk. Selesai daftar si Kuro saya langsung jalan-jalan ke bagian pajangan dan benar saja di tempat biasa motor dipajang ada beberapa yang kosong keliatannya V-Storm nya dan mungkin Gladius lagi dipinjam buat IMOS. Nyisa GSX-R 750 yang knalpotnya gahar bener dan mesinnya keliatan berurat (sori gak di foto) dan Hayabusa motor edan 1300cc yang warna dan desainnya ciamik (gak difoto juga karena percuma deh gak bakal kebeli juga dan kalaupun punya mau dibawa kemana juga). Pas dipojokan bagian dekat pintu masuk teronggoklah sesosok yang dicari Burgman 200 dengan warna hitam doff (sebenarnya cenderung abu-abu lah). Begitu dilihat dari dekat baru ketauan kalau PCX dari sisi tongkrongan kalah gede, walaupun kalau soal desain ya sama-sama maxi scooter (saya sih lebih seneng bilang PCX mid scooter).




Bagian paling menonjol dari Burgman 200 menurut saya malah ada di Jok-nya. Loh kenapa bisa begitu? Soalnya bagian ini menjadi demikian lebar karena mengakomodir bagasi yang luasnya seperti bak mandi bayi. Lebar banget cuy...bener-bener bisa muat 2 helm. Tapi setelah saya amati baik-baik kelihatannya tidak sembarang helm muat meski menurut spek-nya bisa muat 1 helm full face dan 1 helm half face. Ini karena kedalaman bagasinya sendiri cukup rendah (bisa dilihat di foto). Jadi cek dulu sebelum beli dan ingat karena letaknya harus tidur lebih baik helm yang mau disimpan dimasukan ke sarungnya dulu untuk menghindari lecet-lecet pada visor dan bodinya.




Secara kasat mata saya mencoba mencari-cari alasan kenapa Suzuki cukup pede membandrol Burgman 200 ini seharga 54 juta. Dari pengamatan saya ada beberapa hal yang mungkin memaksa Suzuki menjual harga Burgman sebegitu mahal. Pertama kita lihat dari sisi kualitas bahan, Suzuki sejak dulu memang terkenal tak mau kompromi soal kualitas bahan di line-up motor kelas atasnya. Contohnya si Kuro Skywave yang pernah menjadi skutik CKD paling atas di jajaran motor Suzuki tahun 2009. Sampai hari ini saya masih sulit mencari kelemahan di material Skywave mulai dari bahan plastiknya yang tebal, kabel-kabelnya yang rapi sampai penggunaan baut dan mur yang kalau dibongkar bikin pusing saking banyaknya, tapi tetap mampu menjaga si kuro dari getar-getar bodi yang tak perlu. Hal yang sama juga saya temukan di Burgman misalnya pada penggunaan panel plastik kulit jeruk di tebeng depan dan mesin yang belakangan sudah ditinggalkan oleh pabrikan lain karena lebih mahal dan boros bahan ketimbang panel plastik yang tipis dan dicat.

Jadi kalau mau membandingkan dengan PCX kita bisa melihat metode pendekatan produksi dan desain skutik yang berbeda. Jika Honda lewat PCX berusaha memproduksi motor sarat teknologi dengan standar ASEAN yang mampu bersaing di kancah Internasional (pasar Amerika dan Eropa) maka Suzuki menggunakan pendekatan memproduksi motor dengan standar Eropa dan Amerika dengan teknologi konvensional di ASEAN untuk menghemat biaya. Misalnya hal ini bisa dilihat di detail-detail tadi selain panel saya juga menjumpai las-las-an yang rapi dan kuat di standar bawah. Jangan lupa PCX 150 produksi awal banyak yang mengalami retak pada dudukan standar bawahnya, padahal kalau dibandingkan bobot PCX jauh lebih ringan ketimbang Burgman.




Kedua soal desain mesin lagi-lagi bisa dilihat bahwa Suzuki tidak seperti Honda yang lebih berani mengadopsi teknologi baru untuk diterapkan pada desain skutiknya (ISS di PCX dan Vario), Suzuki lebih memilih meminiaturkan mesin klan Burgman/Skywave 650/400/250 yang bertahun-tahun sukses untuk dicangkokkan ke Burgman 200/125. Sehingga kalau mencermati mesin Burgman 200 maka akan kita temukan garis-garis yang sama. Misalnya kerapian dalam casting mesin (coba bandingkan dengan casting PCX yang agak mbleber). Kelihatannya ini membuat biaya memanufaktur mesin Burgman jatuhnya lebih mahal. Kenapa demikian karena di PCX Honda memanfaatkan volume produksi mesin yang basisnya sama Vario, Airblade, PCX dengan jumlah terbesar tentu pada produksi vario. Sementara Suzuki justru terpaksa memanfaatkan produksi dengan basis yang sama di line up skutik besarnya Skywave/Burgman 650, 400, 250, 200,125 yang jumlahnya jauh dibawah Vario, Airblade, dan PCX.




Konsekuensi logis dari pilihan itu adalah mesin Burgman terlihat lebih kuno dibanding PCX. Jika Honda secara brilyan sudah berhasil memadukan radiator yang mungil dengan mesin yang kompak sehingga dapat menciptakan mesin yang responsif, Suzuki terlihat lebih memilih mesin yang memiliki endurance dengan material yang mumpuni walau teknologinya sedikit lebih kuno (Suzuki masih menggunakan radiator besar di depan). Radiator besar milik Burgman boleh saja terlihat canggih untuk ukuran motor lokal yang masih didominasi mesin-mesin berpendingin udara tapi di desain skutik internasional radiator depan jadi ciri masih konvensionalnya desain mesin. Penjelasannya begini pada desain motor sports yang mesinnya vertikal dan terletak di bawah tangki (dikempit pengendara) posisinya memang di depan sehingga peletakan radiator di depan (belakang ban depan) memang masuk akal karena posisinya sangat dekat dengan mesin dan langsung terkena angin. Sehingga proses pendinginan cairan tidak harus meliuk-liuk lewat pipa yang panjang. Pada skutik yang mesinnya terletak di belakang peletakan radiator di depan jelas kurang tepat (tapi terpaksa digunakan selama belum ada solusi desain lain) karena cairan pendingin harus diputar-putar dahulu.

Faktor ketiga yang menjadikan harga Burgman mahal adalah digunakannya fitur safety yang cukup lengkap. Memang yang paling terlihat menonjol adalah digunakannya ABS pada rem depan. Fitur ini saja cukup signifikan mendongkrak harga jual Burgman karena harus diintegrasikan pada ECU. Tapi fitur-fitur lain juga turut menyumbang harga jual yaitu mulai dari fitur lampu hazard, pass beam, dan posisi sein depan yang menonjol sehingga bisa dilihat dari samping. Burgman juga dilengkapi dengan stabilizeer di stang depan yang ukurannya cukup besar dan terasa terbuat dari logam solid. Tak cuma itu wind shield depan Burgman pun terlihat sudah disertifikasi oleh DOT.



Namun demikian tentu tak ada produk yang benar-benar sempurna. Apa saja sih faktor minusnya Burgman selain desain mesinnya yang kelihatan kuno? Ada beberapa yang sempat saya catat, misalnya saya kurang sreg dengan pemilihan cat doffnya. Memang sepintas keren tapi lebih rawan dari kotoran yang mengandung minyak karena membekas. Letak sein yang cukup menonjol di bawah pun agak riskan terkena senggolan atau minimal krikil yang terlepas di jalan.