Monday, November 27, 2006

Buku Desain Grafis

Seharusnya artikel ini masuk ke blog saya yang satu lagi: desainlog.blogspot.com tapi berhubung blog tersebut baru di pindah ke blog betanya google maka saya masukan saja ke sini, paling tidak untuk sementara.

Artikel ini saya tulis karena saya agak sebal dengan kemalasan mahasiswa saya dalam membaca buku. Entah mengapa sejak saya mengajar desain komunikasi visual dh:desain grafis, selalu saja saya berhadapan dengan alasan klasik mahasiswa jika harus membeli buku untuk keperluan kuliah, yaitu:

  • Mahal
  • Teks-nya bahasa Inggris
  • (Ini yang kelewatan) Cari di mana?

Setiap kali pula ide ini saya ungkap ke rekan-rekan lain sesama pengajar, kesimpulannya selalu sama: memang bangsa kita ini mengalami loncatan dari budaya bertutur (lisan) langsung ke budaya memirsa (menonton). Kalau bangsa lain konon setelah lisan mengalami budaya membaca dulu. Apalagi masih di diskusi yang sama, kita ini masih kesulitan mengisi perut jadi buku adalah prioritas ke sekian. Saya sih termasuk yang tidak percaya dengan alasan-alasan semacam itu, jangan-jangan mahasiswa malas membaca buku lantaran dosennya sendiri juga malas membaca buku? Mudah-mudahan sih tidak.

Lantas kalau mahasiswa malas membaca buku, apakah saya harus diam saja. Padahal akibat mahasiswa malas membaca buku, kadang-kadang saya merasa materi kuliah yang saya terangkan seperti berasal dari planet lain. Misalnya-ini yang paling terasa-ketika saya mengajarkan metode desain kreatif, mahasiswa yang mampu mengikuti kuliah dengan metode tersebut hanya beberapa orang saja. Sisanya masih tertatih-tatih dan kerepotan untuk memahami perbendaharaan istilah desain yang umum-umum. Tentu kebangetan kalau mahasiswa tingkat dua masih belum paham soal variasi warna, istilah dasar tipografi, dsb yang sebenarnya bisa di baca sendiri di buku desain. Apakah waktu perkuliahan yang rata-rata 135 menit yang terdiri dari 16 kali pertemuan cukup? Padahal waktu yang sesingkat itu masih harus digunakan untuk asistensi, menerangkan tugas, memberi kritik, presentasi, dsb.

Rasanya disitulah gunanya mahasiswa membaca buku. Perkuliahan Desain Komunikasi Visual memang berbeda, karenanya bukunya pun berbeda. Kondisinya belum banyak berubah di banding dengan saat saya kuliah dulu. Namun apakah ketiga alasan klasik di atas benar adanya? Jika mahasiswa dapat melihat alasan utama mengapa mereka harus membaca buku seharusnya mereka dapat memahaminya. Analogi yang saya sering gunakan adalah berinvestasi, jadi membaca buku adalah investasi. Pendidikan adalah investasi untuk masa depan, dan membaca buku adalah bagian dari investasi itu. Maka jika membaca adalah investasi ukuran mahal tidaknya buku menjadi relatif.

Mahal

Mari kita lihat mengapa sebuah buku desain komunikasi visual menjadi mahal. Bandingkan antara buku desain komunikasi visual dengan buku lain secara fisik apakah yang bisa kita lihat? Mungkin 80% buku desain komunikasi visual tidak melulu terdiri dari teks melainkan juga terdiri dari gambar, gambarnya pun memiliki kualitas prima. Kemudian perhatikan soal warna lagi-lagi 80% buku desain komunikasi visual tampil full color. Amati lebih dekat lagi maka akan terlihat perbedaan jenis kertas, tipografi, penjilidan, layout, dsb yang kesemuanya adalah elemen-elemen terbaik yang menyusun sebuah buku. Dengan kata lain di banding buku dengan topik lain, buku desain komunikasi visual memiliki biaya produksi yang tinggi.

Tentunya ketika kita menyadari faktor biaya tinggi tersebut kita akan berpikir: Mungkinkah biaya tersebut ditekan agar harga jualnya menjadi rendah? Menurut saya mungkin saja mengapa tidak. Oke kita mulai dengan mengurangi gambar-gambar dalam buku, kita bisa menekan biaya fotografer dan ilustratornya dengan tenaga amatir. Lalu kita juga menggunakan warna hitam-putih saja, kertas bisa kita kurangi pula dengan menggunakan kertas CD dibanding glossy. Penjilidan kita gunakan saja jilid punggung dengan lem dari pada sadle stitch, layout bisa menggunakan layout grid tunggal.

Kelihatannya dengan cara ini harganya bisa ditekan lebih murah. Tapi astaga kita memiliki buku desain komunikasi visual yang minim gambar, gambar yang ada pun kualitasnya tidak begitu baik, maklum amatir. Oh kita juga sulit membandingkan warnanya karena semua hitam putih, apalagi semuanya agak kusam dan buram karena kertasnya tidak bagus. Wah setelah beberapa kali dibaca halamnnya mulai lepas-lepas, dan aduh betapa membosankan dan sulitnya mencari informasi dalam layout tunggal ini.
Bagaimana saya bisa belajar desain dari buku yang tidak didesain ini? Tampaknya susah mengorbankan tampilan (yang berkondisi pada biaya tinggi) pada buku desain bukan?

Teks Inggris

Oke bukunya mahal tapi kenapa harus berbahasa Inggris? Memang saya pun setuju harusnya ada lebih banyak buku desain komunikasi visual yang berbahasa Indonesia, tapi kira-kira mengapa buku-buku tersebut tidak muncul-muncul? Hal pertama adalah mengarang buku itu tidak mudah (meski Arswendo pernah menulis buku mengarang itu gampang). Membuat buku membutuhkan perencanaan yang kuat, detail, dan rapi. Kira-kira mirip dengan mengerjakan satu proyek desain. Kedua membuat buku juga memerlukan riset yang baik, lalu ketiga ada faktor-faktor lain yang mendorong selesainya sebuah buku. Tentu saja pengarang buku desain komunikasi visual haruslah orang yang mengerti soal desain komunikasi visual. Hmm kira-kira siapa orang yang mengerti desain komunikasi visual, memiliki kemampuan riset yang baik, rencana kuat, detail dan rapi? Hei bagaimana dengan Desainer Komunikasi Visual sendiri pasti mereka kandidat yang tepat? Oke kita tinggal mencari Desainer Komunikasi Visual dengan syarat-syarat di atas. Apa anda bersedia? Tidak? Oh sedang ada proyek, oh sedang sibuk, oh tidak bisa menulis. Kelihatannya memang tidak gampang mencari pengarang buku desain komunikasi visual. Paling tidak desainer komunikasi visual yang mampu mengarang dalam bahasa Indonesia. Bagaimana dengan Desainer Komunikasi Visual yang berbahasa Inggris? Nah ternyata lumayan banyak.

Cari Dimana?

Kecuali anda tinggal di daerah terpencil, dengan sarana infrastruktur yang sulit, dan penghuni yang jarang sehingga kurir paket tak menjangkau anda harusnya tidak ada alasan lain. Toko buku besar umumnya menyediakan rak khusus desain komunikasi visual. Jika tidak ada toko buku besar di tempat anda tinggal tapi pos dan telepon masih menjangkau anda, maka anda bisa memesan lewat internet ke toko buku online.

Bahkan ketika satu demi satu alasan-alasan tersebut dapat dipatahkan masih ada yang bisa berkelit juga? Nah mudah-mudahan tips ini bisa membantu anda:

Menurut pengamatan saya buku desain komunikasi visual terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

  • Buku Showcase
  • Buku How To
  • Buku Kombinasi keduanya

Buku Showcase adalah buku yang sangat tidak direkomendasikan untuk dibeli karena biasanya buku ini hanya berisi contoh-contoh desain dalam bentuk gambar atau foto dengan sedikit pembahasan. Kecuali anda sedang mempelajari style dari satu lokasi atau periode tertentu, atau desain anda ada didalamnya (sehingga bisa dipamerkan ke orang lain), atau anda pinjam dari orang lain dan tidak berminat menggembalikannya (bercanda). Ciri buku tipe ini adalah biasanya di embel-embeli judul: Best of ...., memiliki hard cover, dan hanya berisi foto/gambar dengan ukuran besar-besar, harganya pun cenderung mahal. Rekomendasi: Pinjam saja jika ingin melihat isinya.

Buku How To adalah buku yang sangat direkomendasikan untuk mereka yang baru belajar desain karena berisi detail lengkap mengenai cara pembuatan, standar, dan elmen-elemen desain yang menyusun sebuah desain. Kecuali jika anda adalah desainer senior yang malu ketahuan rekan anda (karena membeli buku untuk pemula), sudah mengetahui semuanya, tidak suka buku yang banyak tulisannya. Ciri buku tipe ini adalah biasanya di embel-embeli judul: How-To ..., hadir dalam dua versi (hard cover atau soft cover), berisi instruksi dan penjelasan, harga relatif. Rekomendasi: yang saya maksud adalah buku desain bukan buku instruksi penggunaan software (meski ada juga yang ikut membahas aspek desain).

Buku Kombinasi keduanya adalah buku yang direkomendasikan jika anda ingin mempelajari satu subyek secara mendetail, karena selain memiliki instruski juga menghadirkan contoh nyata hasil desain. Selalu ada alasan dalam membeli buku seperti ini apalagi jika toko buku sedang ada diskon. Ciri buku tipe ini: Harus dilihat dan dibaca sebentar untuk tahu isinya! Rekomendasi: Beli saja kalau sudah tidak suka jual ke orang lain.

Selain tip di atas tentu saja meminjam di perpustakaan adalah salah satu upaya terbaik, selain selalu pergi ke toko buku setiap bulan-bulan diskon (umpamanya mendekati akhir tahun atau awal tahun ajaran). Melihat resensi buku desain di internet atau majalah desain juga langkah bagus untuk mencari buku yang bisa dibeli. Sebagai langkah awal tips-tips saya mudah-mudahan ada gunanya.


No comments: