Wednesday, January 7, 2015

Mengkritisi Kebijakan Publik


Di negara yang katanya demokratis ini seharusnya kebijakan publik dibuat dan diputuskan dengan pertimbangan yang matang dengan menjunjung tinggi rasa keadilan dan didukung data berdasarkan fakta. Saya kuatir kengototan Pemda dan Kepolisian untuk memperluas kawasan bebas sepeda motor hanya karena kebijakannya 'terlihat berhasil' di kawasan percobaan, pada akhirnya akan berbuah antipati dari golongan masyarakat khususnya pengguna motor terhadap kebijakan lain yang seharusnya berdampak baik. Kenapa demikian? Salah satunya karena alasan-alasan yang dikemukakan dan dikomunikasikan ke publik melalui pers terlihat mengabaikan fakta-fakta yang ada dan mengabaikan rasa keadilan masyarakat. 

Misalnya alasan bahwa adanya kawasan pelarangan motor akan meningkatkan keselamatan pengendara motor. Karena menurut data (entah yang mana karena tidak pernah dibeberkan secara detail) pengendara motor yang berasal dari luar kota sesampainya di tengah kota sudah lelah dan mudah mengalami kecelakaan. Saya sendiri tidak punya data berapa jumlah pengendara motor dari luar kota setiap harinya memasuki Jakarta. Tetapi melakukan pelarangan motor melewati kawasan tertentu dengan alasan ini, tentunya tidak akan mengurangi jumlah kecelakaan karena kelelahan, sebab kecelakaan karena kelelahan masih mungkin terjadi di luar daerah bebas motor. Lantas bagaimana dengan pengendara motor yang berasal dari dalam Jakarta sendiri. Mereka yang tempat tinggalnya relatif dekat pastinya tidak atau belum kelelahan. Lantas kenapa mereka juga harus menanggung dampaknya untuk tidak boleh lewat? 

Lebih aneh lagi adalah rencana perluasan kawasan pelarangan dengan alasan pelarangan motor sudah dievaluasi dan terbukti mengurangi kemacetan (baru berlangsung selama 2 bulan padahal) . Sementara kenyataannya kalau kita lihat di daerah dimana larangan diberlakukan pada saat jam-jam sibuk lalu lintasnya tetap macet sekalipun tidak ada motor lewat karena dipenuhi mobil. Tentunya menjadi pertanyaan sendiri sebenarnya bagaimana definisi macet dan tidak macet versi pemerintah? Lalu apakah pemerintah yang dipilih secara demokratis tidak perlu lagi mendengarkan keberatan rakyatnya? Dan terlebih lagi apakah rakyatnya tidak perlu tahu fakta-fakta dan alasan sejelasnya mengenai sebuah kebijakan?

Ingat loh rakyat sudah pintar makanya dulu milih anda....tapi jangan membodohi dan sewenang-wenang dengan rakyat karena mandat sewaktu-waktu bisa dicabut kembali. Jangan sampai kebijakan anda yang lain jadi tidak berhasil karena anda ngotot di kebijakan yang sejak awal sudah lemah ini.

No comments: