Di jaman ini sebenarnya fungsi penunjuk waktu yang melingkar di tangan boleh dibilang sudah digantikan oleh widget pada smartphone. Apalagi di negara yang jam karet sudah jadi budaya dimana-mana. Kalau masih ada orang getol membeli arloji fungsinya mungkin sudah seperti asesoris atau perhiasan. Saya sendiri termasuk orang yang masih senang pakai arloji atau jam tangan. Bukan apa-apa meski di pinggang sudah tersemat dua buah smartphone android, masih lebih cepat melirik ke pergelangan tangan ketimbang mencabut handphone. Apalagi saat berhenti sejenak di perempatan kala berkendara, salahnya motor mahal kok tak dilengkapi jam.
|
Casio HD
Sebenarnya kebiasaan menggunakan arloji saya selalu angin-anginan. Beberapa kali pakai dan ketika arloji rusak akan ada jeda waktu bagi saya sampai memakai arloji lagi. Maklum arloji yang saya beli biasanya arloji kelas murahan atau malah hadiah. Apalagi kalau rusak saya tak pernah berusaha sekadar mengganti batrenya atau memeriksakannya ke tukang service. Baru belakangan saya mulai serius membeli arloji yang agak tahan lama. Sekitar tahun 2009 kalau tak salah ingat saya membeli Casio HD dari seri standard yang baterenya di klaim tahan 10 tahun. Saya membelinya di Mustafa Singapura. Itu seri paling murah dari Casio berbentuk analog. Fiturnya tak macam-macam hanya ada petunjuk tanggal dan jarum detik. Kondisinya saat ini sudah penuh goresan di permukaannya karena hanya terbuat dari mika dan band-nya sudah berganti band karet resin generic karena fastenernya sudah putus.
|
|
Casio AW-8X |
Nah akhirnya arloji apa yang saya beli untuk menggantikan si Casio HD? Ternyata Casio lagi tepatnya Casio AW-80. Saya pilih yang ada unsur warna merahnya, walaupun materialnya terkesan plastik murahan seperti mainan di pasar tradisional (cukup berbeda dibanding fotonya di internet). Hebatnya meski masuk kelas standard fitur-fiturnya cukup fungsional. Mulai dari water resist sedalam 50m (lumayanlah kuat dibuat hujan-hujanan dan basah-basahan), paduan analog dan digital (saya kurang suka jam yang full digital karena biasanya sulit dilihat kala terik), memiliki iluminator LED (meski bukan fitur baru karena sudah ada dari tahun 80-an, dan biasanya warna LED-nya cenderung norak dan bocor), alarm (gak bakal kepake sering-sering karena saya bukan orang yang butuh selalu tepat waktu bangunnya), telememo (catatan nomer telpon yang mungkin berguna kalau batre handphone habis saat darurat), stopwatch, timer (gak bakal dipake) sisanya sih standard seperti tanggal dan penunjuk detik karena jarumnya hanya terdiri dari panjang dan pendek tidak ada jarum rambut untuk detik. Disayangkan tapi mau bagaimana wong harganya cuma segitu.
|
Pasar Baru |
Hal menarik yang saya temukan saat mencari jam ini adalah, saat berkeliling kota (well sebenarnya cuma di sekitar Jakarta Pusat) saya sudah coba ke Casio Center di Juanda dimana stock-nya malah tidak ada dan Casio sepertinya lebih mengkedepankan seri G-Shock-nya yang bukan selera saya (karena selain tebal ukurannya juga luar biasa besar dan mahal) sebab wujudnya seperti mecha era 80-an. Ujungnya saya melangkah ke Pasar Baru yang walau dekat rumah tidak terlalu sering saya sambangi. Selain kondisi Pasar Baru sudah cukup berantakan (lagi-lagi karena kawasan ini berulang kali di renovasi tapi berkali-kali selalu jadi kumuh) cukup repot keliling toko di Pasar Baru yang kalau menawarkan harga sering bagai langit dan bumi. Uniknya toko arloji di Pasar Baru senang sekali menawarkan harga dengan embel-embel belum di diskon dan pramuniaganya segera memencet kalkulator seraya berkomat-kamit.....dikurangi diskon 30% maka....voila jadilah harga sebenarnya. Saya rasa taktik saja karena sebenarnya memang harga aslinya segitu. Setelah 2-3 toko barulah saya temukan si merah AW-80 (kalau warna lainnya biru dan kuning ada dan terus terang warna merah memang yang kelihatan paling redup) setelah tawar menawar dengan cukup sadis. Akhirnya jadilah Casio ditebus dengan harga serupa toko online di Internet. Tentu saja ini Casio asli karena selain dibubuhi kartu garansi dan manual juga diberi wadah kaleng dan dus. Minimal jauh lebih niat ketimbang saat saya beli Casio HD di Mustafa Singapura. Disana selain arloji-arloji di pajang seadanya (sehingga lebih mirip pajangan grosir ketimbang toko) kita cuma dibekali nota dan wadah berupa dompet plastik model toko emas di pasar tradisional lengkap dengan tulisan bersepuh emas yang sudah jarang saya lihat di Jakarta. Hehehehe.....
No comments:
Post a Comment